Selasa, 23 Agustus 2011

INTERAKSI HARA DALAM TANAH

Secara singkat konsep pemupukan berimbang adalah penambahan pupuk ke dalam tanah dengan jumlah dan jenis hara yang sesuai dengan tingkat kesuburan tanah dan kebutuhan hara oleh tanaman untuk meningkatkan produksi dan kualitas hasil komoditas pertanian (Deptan, 2009).

Di dalam pemberian pupuk tertentu tidak dipungkiri bahwa sering kali kita tidak memperhatikan interaksi yang terjadi di dalam tanah setelah aplikasi pupuk terutama pupuk buatan. Memang takaran/dosis yang diaplikasikan ke lahan sudah tertera di dalam kemasan. Tentu kita menyadari bahwa Takaran pupuk yang digunakan untuk memupuk satu jenis tanaman akan berbeda untuk masing-masing jenis tanah, hal ini dapat dipahami karena setiap jenis tanah memiliki karakteristik dan susunan kimia tanah yang berbeda.

Di dalam interaksi ditunjukkan bahwa jika terdapat suatu unsur hara yang berlebih maka akan mengganggu serapan maupun kinerja unsur hara yang lain. Sehingga resikonya adalah pupuk yang diberikan tidak efektif untuk tanaman. Contoh interaksi secara fisiologis (Purwanto, 2009*) sebagai berikut :

Unsur hara berlebih

Keterangan

Nitrogen (N)

Meningkatkan kekahatan Cu dan Boron (B) sehingga meningkatkan kerentanan terhadap serangan hama & penyakit

Fosfor (P)

Mengganggu serapan Cu, Besi (Fe) dan Zn

Kalium (K)

Menimbulkan kekahatan B

Kalsium (Ca)

Menurunkan Serapan B

Tembaga (Cu) dan Sulfat

Menghambat serapan Mo

Cu, Seng (Zn), Mangan (Mn)

Menghambat serapan Fe

K atau Natrium (Na)

Menurunkan serapan Mn dan B

N dan Magnesium (Mg)

Menimbulkan kekahatan Cu

Interaksi hara dalam tanah terdiri dari interaksi positif, negatif maupun netral yang ketiganya sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Misal untuk interaksi positif (sinergisme) pada pemberian Zn dapat meningkatkan serapan K dalam tanah, memperbaiki status N, P dan Ca dalam suatu tanaman sehingga mampu meningkatkan produksi. Dalam aplikasinya, pemberian unsur Zn (1000 ppm) melalui daun lebih efektif daripada pemberian lewat tanah atau injeksi.

*Biologi Tanah. Kajian Pengelolaan Tanah Berwawasan Lingkungan, Hibah Penyusunan Buku Ajar DP2M Dikti

Selasa, 02 Agustus 2011

Umbi Bunga Bangkai, Pangan Alternatif


BOGOR, KOMPAS - Tim peneliti Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, Jawa Barat, meneliti budidaya dan pemanfaatan umbi bunga bangkai (Amorphophallus paeoniifolius) sebagai tanaman pangan alternatif. Penelitian diharapkan bisa menghasilkan cara budidaya untuk memperpendek usia tanam, sekaligus pengolahan terbaik.

Hal itu disampaikan Kepala Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor Mustaid Siregar saat melihat Amorphophallus titanium yang mekar di Kebun Raya Bogor, Selasa (12/7). Menurut dia, penelitian itu memasuki tahun ketiga. Dalam dua tahun mendatang diharapkan bisa memberi hasil kendati penelitian lanjutan perlu dilakukan.

”Umbi tanaman itu sangat besar, beratnya mencapai 12 kilogram, bisa untuk tepung, pengganti karbohidrat, atau bahan pencampur tepung terigu. Kandungan gliseniknya juga rendah sehingga bagus untuk penderita diabetes,” kata dia.

Menurut dia, penelitian selain terfokus pada perbanyakan umbi, juga mempelajari budidaya, kultur jaringan, dan faktor agronomi sehingga tim yang terlibat berasal dari beberapa disiplin ilmu. Diharapkan, penelitian bisa memperpendek usia umbi sehingga lebih cepat panen.

Sebagian penduduk di Pulau Jawa mengenal tanaman ini dengan sebutan suweg. Namun, mereka masih menanam secara tradisional dan cara mengolahnya konvensional. Setidaknya perlu 1-2 tahun sejak tanam hingga panen, jauh melebihi usia tanaman umbi-umbian lain.

Fase umbi-umbian pada tanaman Amorphophallus biasanya terjadi setelah fase vegetatif menjadi batang pohon. Pada fase umbi-umbian, tanaman itu mengumpulkan energi untuk bisa masuk fase berbunga. Namun, tidak setiap kali masuk fase umbi, tanaman itu berbunga.

Sri Wahyuni, anggota tim peneliti, menambahkan, dari beberapa literatur, umbi Amorphophallus paeoniifolius dikonsumsi sebagai makanan pokok sebelum era swasembada beras di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

(GAL)

Sumber : sains.kompas.com
Gambar : rokan.org

Senin, 01 Agustus 2011

Beda Definisi Pupuk Organik dan Macamnya, dengan Pupuk Hayati



Secara umum, pupuk didefinisikan sebagai suatu bahan yang diberikan ke dalam tanah untuk menaikkan produksi tanaman dalam keadaan lingkungan yang baik. Sering kali kita agak kesulitan dalam mendefinisikan antara pupuk organik, pupuk hijau, pupuk kompos, pupuk kandang, pupuk hayati dan lain sebagainya.

Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari sisa organik (sisa organisme yang telah mati baik hewan maupun tumbuhan) melalui berbagai tingkat dekomposisi. Pupuk kandang termasuk ke dalam pupuk organik yang diperoleh dari kotoran hewan, terutama hewan ternak, selain itu juga ada istilah pupuk kascing yang berasal dari bekas kotoran cacing tanah dan pupuk guano dari kotoran kelelawar.

Untuk pupuk hijau lebih spesifik lagi pengertiannya yaitu diperoleh dari bagian vegetatif tanaman terutama legum. Perlu diketahui bahwa legum ini mengandung N tinggi, misalnya pada tanaman Orok-orok. Untuk pupuk kompos biasanya berasal dari seresah daun, misalnya jerami.

Pupuk Hayati (Biofertilizer) adalah pupuk yang diperoleh melalui campur tangan manusia yang menggunakan bahan aktif berupa mikroba unggul. Pilihan yang biasa digunakan adalah mikroba penambat N, mikroba pelarut P, mikoriza, atau PGPR (plant growth promoting rhizobacteria).

Dari beberapa definisi singkat mengenai definisi pupuk di atas dapat disimpulkan bahwa pupuk organik adalah nama kolektif untuk semua jenis bahan organik yang berasal dari tanaman dan hewan yang dapat drombak menjadi hara tersedia bagi tanaman. Untuk pupuk hayati yaitu inokulan berbahan aktif organisme hidup yang berfungsi untuk menambat hara tertentu atau memfasilitasi tersedianya hara dalam tanah bagi tanaman.

Semoga bermanfaat, silakan kirim kritik dan saran pembaca demi sempurnanya tulisan ini.

(Dirangkum dari beberapa sumber, untuk gambar dari matanews.com)